Balasan Bersedekah Sungguh Luar Biasa

Pastikan anda like FP kami Khalifah Islam di Facebook agar mendapatkan segala informasi perihal perkembangan dakwah dan mendalami ilmu islam secara baik dan benar.

Keutamaan bersedekah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,


Tarbiyah - Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda "ada seseorang yang berada di padang pasir, dia mendengarkan suara yang berada di awan, 'siramilah kebun si fulan, kemudian awan tersebut pergi kemudian menuangkan air. Ternyata di kebun tersebut terdapat seseorang yang sedang mengalirkan air menggunakan sekopnya. Dia kemudian bertanya kepada orang tersebut, 'Hai hamba Allah, sipa namamu?', orang tersebut kemudian menjawab, 'namaku Fulan'. Dia menyebutkan nama yang telah ia dengar dari awan. Dia kemudian bertanya, 'Hai hamba Allah, kenapa engkau bertanya namaku ?’ Orang tersebut kemudian menjawab, 'Saya telah mendengar suara di awan dimana inilah airnya. Awan tersebut kemudian berkata, 'Siramilah kebunnya fulan, dan yang ia katakan adalah namamu. Apa yang telah kau lakukan pada kebunmu?' Dia kemudian menjawab, 'karena kau berkata seperti itu (saya akan menjawab). Ketika saatnya panen, saya menyedekahkan 1/3 nya, kemudian memakan 1/3 nya lagi dengan keluargaku, dan menggunakan 1/3 lainnya sebagai benih berkebun lagi'." (HR Muslim).

Hikmah dari kisah tersebut:


1. Karamah merupakan sebuah karunia dari Allah SWT yang bertujuan menunjukkan kekuasaan dan juga kerahmatan-Nya kepada hamba-Nya.

2. Awan tidak akan memberikan hujan terkecuali dengan izin dan juga perintah dari Allah SWT. Manusia tidak mengetahui bahwa kapan dan juga dimana akan turun hujan. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah SWT, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan akan datangnya hari Kiamat, dan Dia pula yang dapat Menurunkan hujannya dan Mengetahui apa yang terdapat didalam Rahim. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengetahui (secara pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan juga tidak ada satu orang pun yang bisa mengetahui dimana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman : 34)

3. Mengkonfirmasi dan mencari tahu kebenaran dari apa yang telah ia dengarkan merupakan salah satu sifat orang yang beriman. Seperti halnya pada hadis di atas yang mana orang tersebut mengatakan, "Hai hamba Allah, sipa namamu?"

4. Jikalau kita tidak dapat mengetahui nama seseorang ada baiknya jika menghormatinya dengan cara memanggilnya. "Hai hamba Allah", sampai kita telah tau nama orangnya. Pada hadits di atas orang itu juga mengatakan, "Hai hamba Allah, sipa namamu?"

5. Tidak boleh berbohong ketika ditanya seseorang terkait amal saleh yang di sembunyikan. Hal ini terlihat di dalam hadis di atas bahwa si fulan tersebut menyembunyikan amalnya, sehingga teman bicaranya akhirnya menanyakan kepadanya, "Apa yang telah kau lakukan pada kebunmu?", si fulan tersebut menjawab, "karena kau berkata seperti itu (saya akan menjawab). Ketika saatnya panen, saya menyedekahkan 1/3 nya, kemudian memakan 1/3 nya lagi dengan keluargaku, dan menggunakan 1/3 lainnya sebagai benih berkebun lagi."

6. Hadis di atas telah menjelaskan keutamaan dari bersedekah dan melakukan hal baik kepada orang miskin dan juga mustahiq zakat. Si fulan tersebut mengatakan, "saya menyedekahkan 1/3 nya."

7. Hadis di atas juga menjelaskan keutamaan berinfak kepada keluarga dan juga sekaligus keutamaan menikmati makanan daripada harta yang di dapatkan dari hasil jerih payah sendiri. Si fulan tersebut mengatakan, "kemudian memakan 1/3 nya lagi dengan keluargaku, dan menggunakan 1/3 lainnya sebagai benih berkebun lagi."

8. Rejeki tidak akan pernah datang hanya dengan cara melamun dan ju  mengkhayal. Rejeki juga harus dicari dengan cara bekerja. Seorang Laki-laki shaleh pada hadis di atas mengairi ladangnya juga melakukan pekerjaan lain agar supaya bagus hasil panenannya. Simak kata-katanya, "Ternyata di kebun tersebut terdapat seseorang yang sedang mengalirkan air menggunakan sekopnya."

Ya Allah Ya Rabb, berikanlah kami kecukupan dengan apa yang Engkau telah halalkan dan jauhkan kami dari apa yang telah Engkau haramkan. Berikanlah kami kecukupkan dengan karunia-Mu supaya kami tidak akan bergantung kepada selain Engkau ya Allah.

Sumber :
Buku dengan judul "Rasulullah Berbagi Cerita" (Isham bin Abdul Aziz Asy-Syayi')
http://wahdahmakassar.org dengan judul "keajaiban"

Buraq! Tunggangan Ghaib Rasulullah SAW

Pastikan anda like FP kami Khalifah Islam di Facebook agar mendapatkan segala informasi perihal perkembangan dakwah dan mendalami ilmu islam secara baik dan benar.

Buraq Tunggangan Rasulullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الْأَنْبِيَاءُ
Aku mengikatkan buraq di salah satu pintu mesjid di baitul maqdis, tepat dimana para nabi juga mengikatkan binatang tunggangannya mereka (Muslim no. 162)

Tarbiyah - Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan salah satu sejarah penting yang perlu kita yakini sebab peristiwa tersebut merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT sebagai bentuk pembuktian kebenaran Nabi Muhammad SAW dan kemulian derajatnya di sisi Allah azza wa jalla.

Namun disaat peristiwa Isra' Mi'raj tersebut ada suatu hal unik yang sering menjadi bahan perbincangan, yaitu buroq alias tunggangan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.

Tarbiyah edisi kali ini akan membahas bentuk buraq. Buraq adalah salah satu mahluk ghaib yang di ciptakan oleh Allah SWT. Dikarenakan buraq adalah mahluk ghaib maka kita tidak akan pernah bisa menjumpai mahluk tersebut di alam ini, sesuai dengan firman Allah Ta'ala,
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
Dialah Allah Tuhan yang maha mengetahui hal ghaib, dan Dia tidaklah mempertunjukan kepada seorangpun tentang hal yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasulnya yang diridhaiNya, Kemudian Sesungguhnya Dia Memasang penjaga-penjaga (malaikat) di depannya dan di belakangnya. (QS. Al-Jin: 26 – 27)

Adapun bentuk buraq dapat kita ketahui dari hadis-hadis shahih yang telah menceritakan tentang perkara tersebut namun pandangan kita sebagai umat muslim tidak seharusnya menakwilkan perkara ghaib melebihi dari nash-nash shahih yang ada.

Bentuk buraq antara lain sesuai dengan hadis-hadis shahih yaitu :

  1. Bentuknya tidak lebih kecil daripada keledai dan tidak lebih besar daripada bighal (bighal merupakan peranakan antara kuda dan keledai).
  2. Warna buraq tersebut berwarna putih.
  3. Satu Langkah kakinya sejauh ujung pandangannya.
  4. Bentuknya seperti hewan tunggangan dan dapat pula diikat seperti tunggangan lainnya

وَأُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ، دُونَ البَغْلِ وَفَوْقَ الحِمَارِ: البُرَاقُ
Dan dibawakanlah kepada saya hewan tunggangan yang warnanya putih, ia lebih pendek dari bighal dan ia lebih tinggi dari keledai. Yaitu buraq. (Hadis Riwayat. Bukhari 3207)

ثُمَّ أُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ، يُقَالُ لَهُ: الْبُرَاقُ، فَوْقَ الْحِمَارِ، وَدُونَ الْبَغْلِ، يَقَعُ خَطْوُهُ عِنْدَ أَقْصَى طَرْفِهِ، فَحُمِلْتُ عَلَيْه

Kemudian dibawakanlah kepada saya seekor hewan tunggangan yang putih, namanya Buraq. ia lebih tinggi dari keledai dan ia lebih pendek dari bighal. Satu langkah kakinya berada di ujung pandangannya. Kemudian aku dinaikkan di atasnya. (HR. Ahmad 17835, Muslim 164)




Hadis-hadis yang telah dipaparkan di atas tadi merupakan cuplikan-cuplikan dari hadis shahih ketika nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan peristiwa Isra' Mi'rajnya.

Adapun yang menggambarkan buraq memiliki sayap, berbentuk seperti kuda terbang, mempunyai tanduk, berwajah wanita cantik adalah kekeliruan sebab kami tidak mendapatkan riwayat yang mejelaskan buraq seperti hal-hal tersebut.

Allahu A'lam

Referensi

https://konsultasisyariah.com dengan judul "Apa itu Buraq?"
https://www.eramuslim.com dengan judul "Bentuk Buraq Rasulullah SAW"
http://www.dream.co.id dengan judul "Ini Bentuk Buraq, Kendaraan Tercepat Rasulullah"
http://www.pidipedia.com dengan judul "Seperti Apa Wujud Dan Sifat Buraq Dalam Peristiwa Isra Mi’raj?"

Fakta Mengejutkan Tentang Niat Yang Di Ajarkan Oleh Rasulullah SAW

Pastikan anda like FP kami Khalifah Islam di Facebook agar mendapatkan segala informasi perihal perkembangan dakwah dan mendalami ilmu islam secara baik dan benar.

lafal niat tarbiyah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,


Tarbiyah - Di awal tarbiyah ini kita akan membahas perkara Niat. Menghadirkan niat menjadi salah satu syarat penting ketika melaksanakan ibadah, niat merupakan bagian terpenting dari suatu ibadah, apakah ibadah yang kita lakukan dapat di terima atau di tolak itu semua tergantung dari niat.

Niat dalam arti bahasa yaitu Sengaja dan juga dapat diartikan sebagai Sesuatu yang dimaksudkan. Sedang niat dalam arti istilah merupakan bermaksud untuk melakukan sesuatu. Namun niat dalam arti istilah tersebut bukan merupakan sesuatu yang menjadi definisi khusus.

Sebagian ulama mamaknai niat secara bahasa, semisal K.H. Nawawi beliau mengatakan niat adalah "bermaksud untuk melakukan suatu hal dan bertekad bulat untuk melaksanakannya". (Faidhu al-Qodir, 1/30).

Salah satu ulama lain kita Al-Khathabi mengatakan. 
"Niat adalah bermaksud untuk melaksanakan suatu hal dengan hati dan menjatuhkan pilihannya untuk mengerjakan perihal tersebut. Namun ada pula yang berpendapat kalau niat merupakan tekad bulat hati". (Syarah al-Aini untuk shahih Bukhari)

Dewasa ini masyarakat memahami bahwa salah satu tata cara berniat yaitu dengan melafalkan niat secara lisan seperti usholli ataupun nawaitu, akan tetapi sebenarnya niat tempatnya adalah di hati dan merupakan suatu amalan hati. Imam An-Nawawi telah mengatakan
النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط
"Niat dalam melaksanakan semua ibadah yang dinilai yaitu hati dan tidaklah cukup hanya dengan ucapan lisan sementara hatinya tidaklah sadar. Dan tidak disyaratkan untuk dilafalkan," (Raudhah at Thalibin 1:84)

Sama halnya dengan para Syafiiyah di Indonesia, dalam salah satu kitab yang menjadi rujukan mereka Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii mengatakan bahwa,
أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
"Sesungguhnya tempat niat itu berada di hati bukanlah dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat itu, adalah termasuk perbuatan yang tidaklah butuh untuk dilakukan." (I’anatut Thalibin, 1:65)

Para ulama-ulama kita terdahulu telah sepakat bahwa "Mengucapkan niat dengan suara keras hukumnya tidaklah wajib tidak pula dianjurkan". (Qaul Mubin fi Akhta’ al-Mushallin hal. 95).

Begitupula dengan mengucapkan niat dengan suara lirih (samar) ataupun suara pelan juga merupakan suatu amalan yang tidak patut di benarkan. Dalam Al-Qaul al-Mubin halaman 96, Syaikh Masyhur al-Salman juga mengatakan, "Begitu juga dengan mengucapkan perkara niat dengan cara bersuara pelan tidaklah diwajibkan Menurut para Imam Madzhab yang empat dan begitupun para ulama lainnya. Tidak ada seorang ulama yang mewajibkan tentang hal tersebut, baik itu dalam berwudhu, melaksanakan shalat atau pun juga berpuasa."

Dalam salah satu riwayat dikatakan bahwa Imam Ahmad pernah ditanyai oleh Abu dawud, "Apa diperbolehkan mengatakan suatu bacaan sebelum baca takbiratul ikhram?" lalu Imam Ahmad-pun menjawabnya "Tidak boleh." (Majmu’ Fatawa XII/28)

Kemudian kita dapat menyimpulkan bahwa Inti dari amalan niat merupakan keinginan, ketika anda berkeinginan untuk mengerjakan sesuatu hal, maka anda telah menghadirkan niat di dalam pekerjaan tersebut. Artinya ketika anda sadar ingin melakukan sesuatu entah itu melakukan suatu ibadah ataupun bukan, maka anda diaggap telah berniat.

Ulama kita yang lain Jamaluddin Abu Rabi’ Sulaiman bin Umar yang juga bermadzhab Syafii telah mengatakan, "Mengucapkan suatu niat dengan cara bersuara secara keras dan begitu juga dengan membaca al-fatihah atau surat-surat dengan bersuara keras yang dibelakang seorang Imam tidaklah termasuk sunnah Nabi bahkan perkara tersebut hukumnya makruh. Apabila dengan perbuatan itu ada jamaah shalat yang lain merasa terganggu maka perkara tersebut hukumnya berubahlah menjadi haram. Barang siapa jika ada yang mengatakan bahwa mengucapkan suatu niat dengan suara keras merupakan anjuran maka orang itu telah keliru karena siapapun tidak boleh untuk berkata-kata tentang perkara agama Allah ini tanpa ilmu." (AlA’lam, 3/194).

Adapun ulama lain yaitu Imam Ibnu Abil Izz Al Hanafi juga mengatakan,
لم يقل أحد من الأئمة الأربعة، لا الشّافعيّ ولا غيره باشتراط التلفّظ بالنيّة، وإنما النيّة محلّها القلب باتّفاقهم، إلا أن بعض المتأخرين أوجب التلفّظ بها، وخرج وجهاً في مذهب الشافعي! قال النووي رحمه الله: وهو غلط، انتهى. وهو مسبوق بالإجماع قبله
"Tidak terdapat satu orang imam-pun, entah itu As Syafi’i ataupun juga selain beliau, yang telah mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan dan persetujuan mereka (para imam). Hanya beberapa segelintir orang-orang belakangan (baru-baru ini) saja yang telah mewajibkan pelafalan dalam berniat dan berdalih dengan salah satu pendapat dari madzhab Syafi’i. Imam An-Nawawi rahimahullah pun berkata bahwa itu sebuah kesalahan. Selain itu, sudah ada ijma dalam perkara ini." (Al Ittiba’, 62).

Adapun niat yang dilafalkan ini secara logika sangatlah tidak masuk akal. Bayangkan saja ada berapa banyak ibadah yang perlu untuk kita kerjakan dan semuanya membutuhkan niat, baik itu ibadah wajib ataupun ibadah sunnah. Apakah masing-masing dari ibadah tersebut harus kita hafalkan dan lafalkan niatnya.

Islam merupakan agama yang telah sempurna sesuai dengan firman Allah Ta'ala, 

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agama bagimu." (Al-Maa'idah : 3).




Oleh sebab itu tidak perlu lagi menambah sesuatu apalagi menguranginya. Tidak boleh kita beranggapan bahwa ini ataupun itu perlu untuk kita amalkan sedang nabi Muhammad SAW-pun tidak pernah sekalipun memberikan tuntunannya. Apakah kita sebagai umatnya lebih tau dari baginda kita nabi Muhammad SAW.


Segala sesuatu yang kita kerjakan apabila tidak terdapat tuntunan yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW atau tidaklah sesuai dengan Al-qur'an, Hadits, maupun Sunnah nabi maka tertolaklah amalan tersebut. 
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثاَتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
yang artinya :"Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara yang baru diada-adakan karena setiap perkara bid’ah merupakan sesat" (H.R Abu Dawud, atTirmidzi).
.مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
yang artinya :"Barangsiapa ada yang membuat sesuatu perkara hal baru dalam urusan kami (urusan agama) yang tidak terdapat asalnya, maka dalam perkara tersebut akan tertolak" (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).
يـاَ يُّـهَا الَّذِيـْنَ امَنُوْآ اَطِيْعُوا اللهَ وَ اَطِيْعُوا الـرَّسُوْلَ وَ اُوليِ اْلاَمْرِ مِنْكُمْ، فَاِنْ تَـنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلىَ اللهِ وَ الـرَّسُوْلِ اِنْ كُـنْتُمْ تُـؤْمـِنُـْونَ بِاللهِ وَ اْلـيَوْمِ الاخِرِ، ذلِكَ خَيْرٌ وَّ اَحْسَنُ تَـأْوِيـْلاً
"Hai orang2 yang ber iman, tha'atilah Allah dan tha'atilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kalian. Kemudian apabila kamu berlawanan pendapat tentang perkara sesuatu, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-nya), apabila kamu telah benar-benar beriman kepada Allah dan juga hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kamu) dan juga lebih baik akibatnya" (Qur'an surah An-Nisa' ayat 59).

Allahu a'alam

Referensi :

https://id.wikipedia.org/ dengan judul "Niat"
https://konsultasisyariah.com dengan judul "hukum melafalkan niat shalat"
https://rumaysho.com dengan judul "hukum melafadzkan niat usholli nawaitu 2"
http://ustadzaris.com dengan judul "hukum melafadzkan niat 2"
http://salafy.or.id dengan judul "nasehat tentang melafalkan niat dalam sholat"
http://salafy.or.id dengan judul "perbuatan bidah amalan yang tertolak kajian hadits ke 5 arbain annawawiyyah"
http://www.darussalaf.or.id dengan judul "hukum melafadzkan niat"
https://muslim.or.id dengan judul "polemik pelafalan niat dalam ibadah"
https://muslim.or.id dengan judul "hadits hadits tentang bidah"

Lagi Haid? Tetap Ingin Beribadah? Berikut Ini Amalan-Amalan Yang Bisa Dilakukan Saat Sedang Haid

Pastikan anda like FP kami Khalifah Islam di Facebook agar mendapatkan segala informasi perihal perkembangan dakwah dan mendalami ilmu islam secara baik dan benar.

kalender haid tarbiyah

Tarbiyah - Islam tidaklah melarang umatnya buat beribadah, selama tidak melanggar aturan. Karena setiap manusia dituntut buat melaksanakan ibadah selama hayat masih dikandung badan. Allah menegaskan dalam firman-Nya,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang al yaqin(ajal)”.(Qur'an Surah, Al-Hijr : 99)
Sebagian ulama tafsir setuju bahwa makna Al-Yaqin pada ayat di atas adalah kematian.
Tak terkecuali wanita haid. Islam tidaklah melarang mereka buat mengerjakan semua ibadah. Sekalipun kondisi datang bulan, membatasi ruang gerak mereka buat mengerjakan amalan ibadah. Wanita haid masih bisa mengerjakan amalan ibadah, kecuali amalan yang dilarang dalam syariat, diantaranya;

Pertama, shalat


Dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا

yang artinya : “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79)

Kedua, puasa


seperti disebutkan dalam hadis Abu Said radhiyallahu ‘anhu di atas.

Ketiga, thawaf di ka’bah


Aisyah sempat mengalami haid ketika berhaji. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan petunjuk kepadanya,

فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji kecuali dari mengerjakan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)

Keempat, menyentuh mushaf


Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menjamah mushaf seluruhnya ataupun cuma sebagian. Inilah pendapat beberapa ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

yang artinya : “Tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang disucikan” (Quran Surah, Al Waqi’ah : 79)

Adapun Dalil lainnya adalah sabda Nabi ‘alaihish shalaatu was salaam,

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

yang artinya : “Tidak boleh menyentuh Al Qur’an, kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kelima, I’tikaf


Ini adalah pendapat sebagian besar ulama dari madzhab Maliki, Syafii, dan Hambali. sedang madzhab Hanafi mengatakan bahwa i’tikaf wanita haid tidak sah, karena mereka mempersyaratkan orang yang I’tikaf harus dalam keadaan puasa di siang harinya. sedang wanita haid, tidak boleh puasa.
Tersapat perbedaan Pendapat dalam hal ini adalah madzhab Zahiriyah.
Pendapat yang kuat tentang perkara ini adalah pendapat sebagian besar ulama bahwa wanita haid tidak boleh mengerjakan I’tikaf. Dalilnya, Allah SWT berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُباً إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا

yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu shalat sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan ke mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi,” (Quran Surah, An-Nisa : 43).

Keenam, hubungan intim


Allah SWT berfirman dalam QS al-baqarah,

 فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

yang artinya :“Oleh karena itu hendaklah kamu jauhkan diri dari (hubungan intim bersama) perempuan di waktu haid.” (Quran Surah, Al Baqarah : 222).




Kecuali enam macam ibadah di atas masih sangat banyak amalan ibadah yang dapat anda lakukan sebagai wanita haid. Diantaranya,


  1. Membaca Al-Quran tanpa menjamah lembaran mushaf. InsyaaAllah, ini pendapat yang lebih kuat.
  2. Boleh menjamah ponsel atau tablet yang terdapat konten Al-Qurannya. Karena barang semacam ini tidak dihukumi seperti Al-Quran. Sehingga, bagi wanita haid yang ingin tetap menjaga rutinitas membaca Al-Quran, sedang dia tidak mempunyai hafalan, maka dapat menggunakan alat bantu seperti komputer, tablet atau sejenisnya.
  3. Berdzikir dan berdoa. Baik yang terikat waktu tertentu, misalnya doa setelah adzan, doa setelah makan, doa saat memakai baju ataupun juga doa ketika masuk WC, dll.
  4. Membaca dzikir sebanyak mungkin, sebagaimana memperbanyak tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), dan juga masih banyak zikir lainnya. Para Ulama sepakat bahwa wanita haid atau orang yang sedang junub boleh membaca dzikir. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 25881)
  5. Belajar ilmu agama, sebagaimana membaca membaca buku-buku islam. Sekalipun di sana ada kutipan ayat Al-Quran, namun beberapa ulama sepakat itu tidak dihukumi seperti Al-Quran, sehingga boleh disentuh.
  6. Mendengarkan ceramah, bacaan Al-Quran atau semacamnya.
  7. Bersedekah juga boleh, kemudian berinfak, atau melukakan kegiatan amal sosial keagamaan lainnya.
  8. Menyampaikan kajian, sekalipun harus mengambil ayat dari Al-Quran. Karena dalam kondisi demikian, dia sedang berdalil dan bukan sedang membaca Al-Qur’an.
Dan masih banyak amal ibadah lainnya yang bisa menjadi ladang pahala bagi wanita haid. Karena itu, tidak ada alasan buat bersedih atau tidak terima dengan kondisi haid yang dia alami.

Allahu a’lam


Sumber: https://konsultasisyariah.com/18741-amalan-wanita-haid.html